Memahami Makna Pembangunan (Week 2)

Posted: Senin, 27 Februari 2017 by bachrul in Label:
0

Setelah era perang dunia berakhir, isu-isu ekonomi seakan menjadi isu yang sangat lekat dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat dunia. Berbagai kerugian yang ditimbulkan akibat perang membuat peralihan isu kemiliteran menuju isu di bidang ekonomi semakin gencar dipromosikan. Penyusunan agenda ekonomi di setiap negara yang ada di dunia menjadi hal wajib dalam setiap kebijakan yang kemudian berpengaruh kepada pola-pola yang ada dalam perpolitikan internasional. Namun, hal yang diharapkan dalam tujuan “pembangunan” dari kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat tidak sesuai dengan keadaan ideal yang diinginkan. Berdasarkan laporan pembangunan manusia PBB pada tahun 1996, menjelaskan bahwa 1,6 miliar orang miskin di dunia semakin terjebak ke dalam lubang kemiskinan. Jumlah tersebut merupakan sepertiga dari total populasi manusia pada saat itu. Hal tersebut dinilai berdasarkan standar ekonomi konvensional yang dilihat dari tingkat pendapatan perkapita.
Hal yang terjadi dalam praktek tersebut diasumsikan sebagai kegagalan dari model pembangunan yang dipromosikan oleh IMF. Dalam prakteknya, “pembangunan” seakan menjadi satu-satunya jalan bagi semua negara (termasuk negara dunia ketiga) agar menjadi negara yang  mapan seperti Amerika Serikat dan Inggris. Pola-pola seperti peningkatan GDP, adanya model trickle down, serta penerapan deregulasi dalam pembangunan tersebut nyatanya tidak berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan model-model pembangunan seperti ini semakin memperlebar jarak kesenjangan antara negara maju dan negara dunia ketiga. Negara yang sudah mapan semakin tidak terkejar oleh negara berkembang yang semakin terhambat. Hambatan tersebut ditimbulkan oleh beberapa faktor, seperti adanya kesulitan dalam mengakses modal dan penguasaan pasar yang lebih dulu dikuasai oleh negara maju.
Dalam tulisan ini, Ted Trainer menjelaskan beberapa konsep yang agaknya menjadi alternative solusi dari pembangunan unidimensional yang dianggap kurang berhasil. Konsep-konsep seperti The “Conserver Society” Vision, “Sufficient Development, Reoganisation, hingga Ladakh merupakan sudut pandang lain dalam menciptakan masyarakat yang “maju”. Tidak harus melalui pembangunan berdasarkan material atau fisik saja. Dalam konsep-konsep tersebut juga dijelaskan akan nilai-nilai dasar manusia yang sebenarnya menjadi hal yang sangat fundamental dan harus dipenuhi. Keadaan alam atau lingkungan juga harus diperhitungkan dalam hal ini. Karena menurut Trainer, bumi semakin tidak “kuat” menahan gempuran aktivitas dalam pembangunan yang semakin eksploitatif. Hal yang ditekankan dalam konsep-konsep tersebut adalah penyesuaian terhadap hal apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Bukan hal apa yang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu dalam isu pembangunan ini. Karena penyesuaian terhadap keadaan masyarakat, lingkungan dan proporsionalitas menjadi hal yang utama dibandingkan dengan penyamarataan model pembangunan konvensioanal atau yang populer disebut dengan unidimensional.

Sumber :

Trainer, T ., (2000) What Does Development Mean? A Rejection of The Unidimentional Conception

0 komentar: